Kepemimpinan Ranah Minang baik tingkat provinsi maupun Kabupaten/Kota sudah mulai jadi topik hangat di bicarakan di Palanta Padang Panjang, dengan banyaknya potensi calon Pemimpin yang datang dari Ranah Minang Sumatera Barat , juga ada perantau sukses Minangkabau dari luar dengan berbagai latar belakang, ada hanya datang sebatas diskusi sambil ngopi dan ada juga berbicara stategi.
Menurut jadwal Komisi Pemilihan Umum Sumbar sebanyak 19 Kabupaten/Kota serta provinsi melaksanakan pemilihan kepala daerah (PILKADA) mendekati akhir Tahun 2024.
Penulis mencoba memberikan pencerahan yang di himpun dari berbagai sumber, menjadi bentuk wejangan nilai-nilai sosial budaya Minangkabau seperti apa baiknya pemimpin yang diammanahkan nanti sebagai Pemimimpin Minangkabau Kedepan. Semua ini perlu dijelaskan untuk memberikan wawasan kepada generasi muda/generasi android/ generasi Milenial yang saat ini banyak terjebak dengan intrik fatamorgana, money politic, pencitraan tokoh dan Game Partai Politik yang tidak bernilai budaya Minang.
Pemimpin Minangkabau memiliki peran penting melaksanakan tatanan konstitusi adat istiadat dan lainya untuk tercapai kebahagian sanak kemanakan dalam mengarungi kehidupan. Sesuai dengan filosofi pemimpin di Minangkabau adalah
“urang nan diamba gadang, nan dianjung tinggi, kusuik nan kamanyalasaian, karuah nan kamanjaniah, takalok nan kamanjagoan, lupo maingekan, panjang nan kamangarek, singkek nan kama uleh.
Nah itulah cerminan pemimpim di Minangkabau yang memiliki sosok kepribadian yang sempurna tanpa cacat.
Keberadan sosok penguasa di Minangkabau secara totalitas dahulunya dipegang oleh mamak atau penghulu/datuk selaku pucuak adat, beliaulah yang menjalankan roda pelayanan sosial, ritual adat istiadat, dan lainya terhadap sanak kamanakan dan masyarakat.
Namun diera sekarang kewenangan mamak atau penghulu/datuk sudah diambil sebahagian besar oleh konstitusi negara yang alur kewenangan diberikan pada Gubernur dan Bupati/Waki Kota.
Sehingga sebegitu strategisnya peran pemimpin di Minangkabau maka sangat perlu rasanya setiap pergantian kepemimpinan di Sumatra Barat maupun Kabupaten/Kota masyarakat diberikan pencerdasan dan wawasan yang cukup untuk menentukan pilihan dalam proses Pilkada tersebut sampai lahirnya pemimpin sabana pemimpin.
Sosok penguasa yang mengelola Ranah Minang harus memiliki kreteria minimal diataranya adalah :
1. Merupakan figur putra/putri yang berasal dari keturunan bundo kandung rumah gadang.
2. Diketahui sosok jerami, diantaranya apa sukunya, siapa penghulunya, dimana pusako tingginya, dimana suraunyo serta dimana pandan pakuburan kaumnya, .
3.Berpengalaman mengelola tatanan pemerintahan dan sistim sosial adat istiadat.
4. Berkepribadian yang mendapatkan tempat di hati masyarakat sebagai figur unggul dan mampu. Filosofi Minangkabau dikenal dengan alah taraso makan tangannyo. Artinya masyarakat tahu bahwa calon pemimpin yang akan dijadikan Bupati/Wali Kota dan Gubenrur telah pernah berbuat, memiliki karya positif di tengah masyarakat Minang yang dirasakan hasilnya.
5. Secara sosial budaya keminangan harus tahu dengan prinsip nan ampek. Orang yang harus memahami norma-norma adat istiadat yang berlaku ditengah masyarakat. Sehingga, sosok calon pemimpin harus paham betul dengan apa makna dan aplikasi kato malerang, kato manurun, kato mandaki, kato mandata, dan mandi di baruh-baruah, bakato di bawah-bawah, paliharo badan agar orang tidak binaso.
Intinya adalah calon pemimpin Pemprov dan Kab/Kota mencerminkan seorang pemimpin agamis, baik hati, suka menolong, dekat dengan masyarakat dan bijaksana seperti yang pernah dicontohkan oleh Buya Hamka, dan M Nasir, Bung Hatta, dan tokoh Minangkabau lainnya.
Seseorang yang dianggap mampu mengaplikasikan dan mewujudkan tatanan adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah (ABS-SBK) dalam dirinya, serta mendapat tempat tersendiri di tengah-tengah masyarakat.
Pemimpin yang di pilih dalam PILKADA harus mampu menjalankan nilai-nilai ke Tuhanan dengan memakmurkan dan mencintai Masjid/Surau (Syiar Islam) dengan kepribadiannya tidak terlepas dari nilai-nilai ABS-SBK tersebut.
Alun takilek lah takalan, ikan takile di aie alah tahu jantan jo batinyo. Ini menjadi satu penilai khusus bagi pemilih, demikian prinsip yang ditanamka nenek moyang dahulunya, artinyaseorang pemimpin harus memiliki rasa empati dengan situasi dan kondisi yang dihadapi masyarakat. Sehingga apa yang menjadi keinginan dan harapan masyarakat mampu dia wujudkan dan salurkan dalam bentuk kebijakan dan tindakan nyata nantinya.
Terakhir yang paling ideal adalah sang calon kepala daerah tidak tersangkut dengan hukum atau tidak bersatutus terjerat kasus hukum pidana maupun perdata, terutama tersangkut kasus korupsi, narkoba, berjudi, karena komitmen masyarakat Minangkabau sekarang ingin calonnya tersebut bebas dari jeratan korupsi, yang dalam arti kata Alun ta coreang arang dikaniang, Alun mambue malu dikampuang.
Pada dasarnnya masih banyak syarat sosok pemimpin yang ideal diinginkan urang Minangkabau untuk memimpin Sumatera Barat mendatang.
Jika kreteria diatas bisa dipenuhi maka sosok pemimpin konstitusi tersebut sudah digolongkan ideal. Serta akan bisa mewujudkan nilai-nilai seperit yang dijelaskan dalam filosofi sosok penghulu di Minangkabau ibarat kayu gadang ditangah koto, ureknyo tampek baselo, dahanyo tampek bagantuang, daunnyo tampek balinduang, tampek balinduang kapanehan tanpek bataduah kahujanan, batangnyo tampek basanda, kapai tampek batanyo kapulang tampek babarito, pusek jalo pumpunan ikan, hukum adil, bakato bana.
Apabila filosofi diatas bisa dipahami oleh sanak kamanakan yang akan mencari pemimpin sebagai Gubernur, Bupati atau Wali Kota, maka kedepan masyarakat telah bisa membedakan atah dengan beras, dan beda kain panjang dengan babek, untuk mempedomani siapa calon-calon yang akan diusung, dan dipilih melalui proses PILKADA langsung tersebut.
Dilihat dari tambo adat yang ada, mencari sosok pemimpin ini perlu berhati-hati seperti mencari minantu. Jika salah pilih berarti hanyut sarantau selama 5 tahun kedepan.
Serta fatalnya adalah sosok Gubernur. Bupati dan Wali Kota akhirnya tidak bisa memajukan ranah Minang dan bisa malah terjadi kerusakan.
Tulisan ini mencoba mengajak para generasi androi/generasi milenial yang lahir paska reformasi bisa memahami sosok pemimpin Minangkabau yang akan dipilih dalam PILKADA nanti. Pilihan mereka harus berdasarkan standar yang sudah dijelaskan diatas.
Namun tetap ada yang menjadi kekawatiran penulis selama ini, melihat pola tingkah laku dari para calon Kepala Daerah itu sendiri, mereka memanfaatkan kelemahan masyarakat melalui gerakan dek ameh kameh, dek padi manjadi, artinya sanak kamanakan dicuci otaknya melalui pencitraan media dan diberikan janji-janji politik, serta dilengkapi dengan pola money politik, memberi satu suara dengan nilai rupiah oleh Calon/tim sukses agar memilih calon tersebut.
Waktu digelarnya Pilkada di Minangkabau masih lama dengan kurun waktu lebih kurang dua tahun lagi, masih ada waktu yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan konsolidasi kembali ke caro adat lamo pusako usang. Masih ada waktu untuk mendalami siapa sosok yang cocok jadi pemimpin di Ranah Minang ini melalui pencerdasan, pendidikan politik, dan menelanjangi seluas-luasnya figur-figur dari sosok pemimpin yang berminat maju.
Apabila mekanisme ideal dilakukan, maka diasumsikan kedepan pemimpin yang lahir memang pemimpin seperti yang diinginkan oleh tatanan adat istiadat Minang lama yaitu sosok pemimpin yang memiliki kepribadian sempurna dengan landasan nilai-nilai adat basandi syarak-syarak basandi kitabullah (ABS-SBK).
Sosok yang menjadikan ranah Minangkabau jaya raya seperti masa lalu [* FKP]
Penulis adalah : ketua GANN Padang Panjang
Sekjen Forum Komunikasi Palanta