Like on Facebook

header ads

Benarkah Kualitas Generasi Muda Minangkabau Alami Kemunduran?



BUKITTINGGI, elipsis – Kualitas generasi muda Minangkabau dewasa ini dinilai mengalami kemunduran. Banyak faktor yang menjadi penyebab, dan pihak-pihak berkompeten diminta turut peduli memberi solusi.

Isu itu mengemuka dalam diskusi terpumpun (focus group discussion) bertajuk “Berkurangnya Kualitas Generasi Muda Minangkabau” yang digelar Forum Komunikasi Palanta (FKP) Padang Panjang bekerja sama dengan Universitas Muhammadiyah Sumatra Barat (UMSB), Rabu (23/3), di Convention Hall Prof. Dr. Yunahar Ilyas, Kampus III UMSB, Bukittinggi.

Menjawab masalah itu, panitia mengundang narasumber Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatra Barat Buya Gusrizal Gazahar, Lc., M.A., Rektor UMSB Dr. Riki Saputra, M.A., Rektor Universitas Negeri Padang diwakili Sekretaris Dr. Erianjoni, S.Sos., M.Si., Rektor Universitas Baiturrahmah Prof. Dr. Musliar Kasim, Rektor ISI Padang Panjang Prof. Dr. Novesar Jamarun, M.S., dan Ketua Forum Komunikasi Palanta (FKP) Padang Panjang, dr. Mawardi, M.K.M.

Sementara via kanal Zoom Cloud Meetings, hadir Ketua Gebu Minang Sumatra Barat H. Fadly Amran, B.B.A., Dt. Paduko Malano dan keynote speaker Gubernur Sumatra Barat H. Mahyaldi Ansharullah, S.P.

Ketua MUI Sumatra Barat Buya Gusrizal Gazahar, Lc., M.A., memberi pandangan, rusaknya nilai, sikap, dan perilaku generasi muda karena tidak mendapat panduan di rumah tangga, pendidikan, dan tidak menemukan keteladanan.

“Kalau tiga hal ini benar-benar rusak, maka akan hancurlah peradaban,” ujar Buya Gusrizal.

Menurutnya, tokoh-tokoh Minang yang lahir dan besar dengan kiprahnya di masa lalu adalah kejayaan tersendiri yang dimiliki Minangkabau. Tokoh bisa lahir di setiap zaman.

“Di era sekarang memungkinkan juga akan lahir tokoh lainnya, sesuai dengan zamannya. Namun, persoalannya, apakah tokoh-tokoh itu membawa nilai-nilai keminangkabauan?” tanya Buya Gusrizal.

Ia bersama MUI Sumatra Barat ikut berupaya menguatkan peran ABS-SBK (adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah) dengan melakukan tiga langkah penguatan, yaitu mengukuhkan konsep Sumpah Sati Marapalam, mengusulkan kepada Pemerintah Daerah untuk menguatkan program Baliak Banagari, yaitu balik kepada nilai-nilai bernagari di Minangkabau; dan Baliak Basurau—memfungsikan surau sebagaimana fungsinya di masa lalu.

“Kini , yang membuat kita prihatin, banyak surau di Minang tidak memiliki buya, sebaliknya banyak buya tidak memiliki surau,” ungkapnya.

Ia mengajak kepada semua pihak untuk peduli pada hal-hal krusial itu dan mengubah cara pandang terhadap ABS-SBK yang kini banyak ragam tafsirannya.

Membangun Karakter sejak Dini

Penumbuhan budi pekerti luhur tidak lepas kaitannya dengan upaya pembangunan karakter anak sejak dini. Jika sejak kecil telah tertanam karakter baik, ketika anak tumbuh dewasa nilai-nilai kebaikan itu akan terus terbawa.

Demikian kesimpulan dari pandangan Rektor Universitas Baiturrahmah Prof. Dr. Musliar Kasim, menyikapi fenomena berkurangnya kualitas generasi muda Minangkabau yang dibahas itu.

Mantan Wakil Menteri Pendidikan era Presiden SBY itu menyebut, soal karakter ini begitu kuat ditanamkan para orang tua di luar negeri, seperti di Cina, Jepang, Korea, Jerman, dan negara-negara yang diakui dunia sebagai negara maju.

“Misalkan, soal kebersihan saja, kita bisa melihat dan membandingkan, sebersih apa toilet siswa di sekolah hingga toilet mahasiswa di perguruan tinggi. Kita bisa lihat bersama-sama,” ujarnya mencontohkan.

Sepakat dengan Musliar Kasim, Rektor ISI Padang Panjang Prof. Dr. Novesar Jamarun, M.S. menambahkan perlunya penanaman nilai-nilai kejujuran kepada anak dan orang dewasa memberi banyak keteladanan.

“Anak akan bersikap jujur kalau orang dewasa tidak mengajarkan kebohongan. Di sini kaitannya dengan keteladanan,” kata Novesar.

Merespons tema diskusi tentang kurangnya kualitas generasi muda Minangkabau, Novesar lebih menekankan pentingnya menatap masa depan dengan melengkapi segala hal yang kurang sehingga menjadi lebih sempurna.

“Saya memilih untuk tidak sering melihat kaca spion, sekali-sekali saja, dan kalau sering-sering kendaraan yang kita bawa bisa tabrakan di jalan,” kata Novesar berfilosofi.

Selain tentang kejujuran, Novesar juga mengimbau para orang tua dan pendidik untuk mengajarkan anak-anak ilmu sosial entrepreneurship dan berorganisasi.

“Memberi sumbangan untuk korban gempa, misalnya. Atau bersedekah di masjid, anak yatim, dhuafa, dan lainnya. Orang tua harus mencontohkan langsung, sehingga anak-anak tumbuh rasa empatinya,” kata Novesar.

IPM Meningkat

Meski dirisaukan tentang memudarnya kualitas generasi muda Minangkabau akhir-akhir ini, sejumlah fakta dari beberapa penelitian diungkapkan dengan sangat detail oleh Rektor Universitas Negeri Padang diwakili Sekretaris Dr. Erianjoni, S.Sos., M.Si.

Ia mengatakan, indeks pembangunan manusia (IPM) Sumatra Barat sepuluh tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Misalnya, pada 2021 IPM Sumatra Barat naik 72,65 dibanding tahun 2012 yang hanya 68,36.

“IPM ini terkait dengan tiga variabel penting, yaitu pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Tidak ada soal sikap,” paparnya.

Ia juga menyebutkan fakta bahwa 8—10 persen etnis Minang yang duduk sebagai wakil rakyat di DPR RI maupun di DPD RI bersuku Minang. Mereka mewakili daerah pemilihan Sumatra Barat maupun di luar Sumatra Barat.

“Artinya, secara intelektual, etnis Minang tetap diperhitungkan di tingkat nasional,” katanya.

Namun begitu, ia tidak menutup mata tentang fenomena luntur bahkan hilangnya hal terpenting di Minangkabau terkait dengan pendidikan, misalnya memudarnya pendidikan keluarga kaum (pendidikan matrilineal), memudarnya pendidikan karakter yang melibatkan peran mamak dan anggota keluarga kaum lainnya sehingga pendidikan hanya didominasi orang tua atau sebagai urang sumando.

Selain itu, hilangnya pendidikan surau yang mengakomodasi nilai ABS SBK, sementara pada masa lalu alumni surau terbukti unggul sebagai tokoh intelektual dan pejuang bangsa.

“Yang lebih prihatin, dihapusnya Pendidikan Muatan Lokal Keminangkabauan, seperti BAM bahkan hilang akibat kebijakan dalam kurikulum sejak beberapa tahun belakangan. Ironisnya, di daerah masih ada, seperti bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan lainnya,” kata Erianjoni.

Respons Pemerintah

Pemerintah Provinsi Sumatra Barat mendukung adanya penguatan nilai-nilai ABS SBK untuk menyelamatkan generasi muda Minangkabau dari segala faktor yang memberi dampak pada kemunduran kualitas mereka.

“Segala hal terkait penguatan dan program ABS SBK untuk generasi muda sudah seharusnya kami sikapi, baik di pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota,” kata Gubernur Sumatra Barat H. Mahyeldi Ansharullah ketika tampil sebagai keynote speaker via Zoom.

Gubernur mengatakan, keberlanjutan nilai-nilai ABS SBK dan implementasinya pada masa mendatang ada di tangan generasi muda hari ini.

“Sudah sepatutnya hal urgen ini menjadi perhatian kita bersama,” kata Gubernur.

Ketua DPW Gebu Minang Sumatra Barat periode 2021—2026 yang juga Wali Kota Padang Panjang, H. Fadly Amran, B.B.A. mengatakan, Gebu Minang salah satu organisasi kemasyarakatan di Sumatra Barat yang peduli terhadap generasi muda.

“Saya cermati, pemuda-pemuda Minang usia 30 tahun ke bawah telah banyak berkiprah di bidang mereka masing-masing. Capaian yang mereka hasilkan juga luar biasa,” kata Fadly Amran yang saat diskusi itu sedang berada di Bali.

Dia menyebut, banyak kepala daerah di Sumatra Barat berasal dari kalangan milenial. Itu berbeda dari tahun-tahun sebelumnya yang didominasi tokoh-tokoh di luar milenial.

“Potensi orang-orang muda Minang ini, barangkali, belum cukup maksimal terekspos, sementara kiprah mereka luar biasa,” katanya.

Sebagai kepala daerah, ungkap Fadly Amran, dirinya berkomitmen untuk meningkatkan kompetensi anak-anak muda Kota Padang Panjang sehingga mampu menjadi pemimpin sedini mungkin.

Fadly Amran juga berbicara tentang pendidikan yang terkait erat dengan peningkatan mutunya, program, serta komitmen anggaran dari pemerintah daerah.

“Kami memberikan banyak beasiswa kepada pelajar, mahasiswa, guru di Padang Panjang agar terus meningkatkan kualitas diri dan kompetensinya,” tambah Fadly Amran.

Rektor UMSB Dr. Riki Eka Putra, M.A., pada kesempatan itu memberi apresiasi kepada FKP Padang Panjang yang secara bersama-sama dengan UMSB mengangkat diskusi yang direncanakan akan berlanjut pada topik-topik lainnya.

“Yang terpenting literasinya jangan sampai terputus, yaitu kita perlu dokumentasi berupa buku dari hasil makalah narasumber dan penanggap,” katanya.

Ketua FKP Padang Panjang, dr. Mawardi, M.K.M. menambahkan, FKP merupakan sebuah lembaga swadaya masyarakat yang berdiri pada April 2021 di Padang Panjang yang hadir untuk memediasi suara dan kebutuhan masyarakat.

“Kami berupaya menjembatani suara masyarakat dan memberikan masukan kepada pemerintah daerah, khususnya untuk isu-isu pendidikan, kesehatan, sosial, budaya, dan hukum,” kata mantan wakil wali kota Padang Panjang periode 2013—2018 itu.

Sementara Ketua Panitia, Drs. Afdhal Rinsik mengatakan, diskusi terpumpun itu digelar dilatarbelakangi atas keprihatinan terhadap fenomena memudarnya kualitas generasi muda Minangkabau di era sekarang.

“Kita berharap, dari diskusi ini mendapat pemahaman tentang fenomena yang tengah terjadi serta solusinya sehingga lahir konsep serta kebijakan strategis di masa mendatang,” tambahnya.

Diskusi yang dimoderatori dosen UMSB Efri Yoni, M.A., itu dihadiri sekitar seratus peserta dari kalangan pendidik, mahasiswa, tokoh adat, ulama, dan pegiat literasi.


Penulis: Muhammad Subhan

Editor: Zainal Arif